Kisaran (Klik Cerah) – Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Kabupaten Asahan dibantu tiga Kepala Bidang (Kabid) dalam melaksanakan tugasnya. Bidang Pelatihan dan Produktivitas, Bidang Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja, juga Bidang Penempatan dan Perluasan Kerja. Ketiga bidang ini sama pentingnya dalam menunjang program-program Disnaker.
Seperti bidang Hubungan Industrial misalnya. Bidang ini terkait dengan pengupahan bagi pekerja yang ada di Kabupaten Asahan. Sehingga mereka selalu disibukkan dengan rapat-rapat bersama pengusaha dan organisasi buruh, yang juga biasa disebut Dewan Pengupahan.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja, Zein Idris P SH, bidang yang digawanginya itu sangat erat kaitannya dengan pekerja. “Bidang yang saya pegang ini sangat sensitif sekali. Bisa dibayangkan rumitnya menentukan upah pekerja. Karena menyangkut perusahaan, pekerja, dan organisasi pekerja,” ujarnya, Kamis 18 Juli 2024.
Zein mengatakan, pihaknya tetap berpegang pada peraturan. Apakah itu Undang-undang, Peraturan Menteri maupun Peraturan Bupati. Dengan berpegang pada peraturan yang ada, tentu pekerjaan yang dilakukan lebih terarah. Untuk itu Zein Idris dan para stafnya menyusun jadwal kegiatan per semester. “Biasanya dari bulan Januari hingga ke bulan Juni, untuk smester I,” katanya.
Jadwal kegiatan Bidang Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja selama Semester I antara lain, adalah Sidang DEPEKAB (Dewan Pengupahan Kabupaten) Asahan. Sidang ini dilakukan berdasarkan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Dan Penggantian Anggota Dewan Pengupahan, Dan Tata Kerja Dewan Pengupahan.
Adapun Dewan Pengupahan Kabupaten Asahan (DEPEKAB ASAHAN) bertugas untuk melakukan penghitungan UMK Asahan yang akan diberlakukan, melakukan pengawasan penerapan upah di perusahaan-perusahaan, serta sebagai forum komunikasi terkait upah pekerja/buruh, yang terdiri atas unsur organisasi pengusaha yang terdaftar, serikat pekerja (SP)/ serikat buruh (SB) yang tercatat, pemerintah daerah, akademisi dan pakar.
Menurutnya, sidang Dewan Pengupahan akan melakukan penghitungan berdasarkan data yang telah ada dan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta menggunakan rumus (formula) khusus dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kemudian output dari penghitungan tersebut akan menjadi usulan Kepala Daerah (Bupati) untuk diajukan ke Provinsi (Gubernur melalui Disnaker Provinsi) agar ditetapkan menjadi UMK Kabupaten Asahan. Adapun UMK Kabupaten Asahan pada tahun 2024 adalah sebesar Rp 3.066.580.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/998/KPTS/2023, UMK sebagaimana dimaksud merupakan upah terendah dan hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 0 (nol) tahun sampai dengan 1 (satu) tahun pada perusahaan menengah dan besar, sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, pengusaha wajib memberlakukan ketentuan struktur dan skala upah, UMK sebagaimana dimaksud dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil. “Hal ini sesuai dengan bunyi Diktum Ketiga Keputusan Gubernur tersebut,” sebutnya.
Selanjutnya, Rapat TIM TP3S Jamsostek. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit. Sementara tim tersebut adalah, TIM TP3S-Jamsostek (Tim Pendataan Pekerja Perkebunan Sawit dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
Tim ini terdiri atas Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pertanian, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan BPJS Ketenagakerjaan. Tugasnya melaksanakan pendataan, verifikasi, validasi, dan pengawasan pekerja perkebunan sawit mandiri yang nantinya akan diikutsertakan dalam kepesertaan jaminan sosial tenagakerja dengan menggunakan biaya Dana Bagi Hasil Sawit.
Lebih rinci, Zein menjelaskan, adapun kriteria/ persyaratan Pekerja Perkebunan Sawit penerima program dimaksud adalah sebagai penduduk yang memiliki KTP dan berdomisili di Kabupaten Asahan. Berusia paling rendah 18 tahun atau sudah menikah dan belum mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun pada saat terdaftar.
“Lalu, merupakan pekerja di perkebunan sawit dan/atau terdata dalam Lembaga Pekebun yang diakui oleh pemerintah. Pekerja Perkebunan Sawit yang tidak memiliki lahan sawit pribadi dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang menyatakan tidak memiliki lahan sawit dan sebagai pekerja di lahan sawit,” terangnya.
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 6 Peraturan Bupati Asahan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perlindungan Pekerja Perkebunan Sawit dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang dibiayai oleh Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit.
“Tujuan dibentuknya program ini adalah untuk memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga pekerja perkebunan sawit dapat bekerja dengan tenang dan meningkatkan produktifitasnya. Sebagai bentuk perlindungan sosial dan jejaring pengaman sosial, untuk menjamin pekerja perkebunan sawit agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan layak,” jelasnya.
Memastikan terpenuhinya jaminan sosial ketenagakerjaan terhadap pekerja perkebunan sawit, merupakan salah satu upaya daerah dalam peningkatan cakupan perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kabupaten Asahan. Selain itu juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh yang bekerja di luar perusahaan. “Bantuan iuran BPJS Ketenagakerjaan yang akan direalisasikan untuk tahun 2024 adalah sebanyak 1.400 orang pekerja/ buruh dengan Program Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja dengan tanggungan Rp 16.800 per bulan per orang dikali selama satu tahun,” tambahnya.
Kegiatan lain yang tak kalah penting, kata Zein, adalah Peringatan Hari Buruh (Mayday). Kegiatan tersebut merupakan sebagai salah satu Program Kegiatan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial sekaligus bentuk nyata perhatian Pemerintah Daerah khususnya untuk pekerja/ buruh.
“Memenuhi ketentuan peraturan, kami juga melakukan sosialisasi lembaga kerjasama Bipartit. Karena itu sudah menjadi amanat Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang SP/SB dan Permenakertrans RI Nomor Per 32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan LKS Bipartit,” ujarnya.
Sedangkan tujuan dari dibentuknya Lembaga Kerjasama Bipartit adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang kondusif, harmonis, dinamis, dan berkeadilan di perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, fungsi yang mengiringinya adalah LKS Bipartit merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dan wakil serikat pekerja/ serikat buruh dan atau wakil pekerja/ buruh dalam rangka pengembangan hubungan industrial untuk kelangsungan, hidup, tumbuh dan berkembanganya sebuah perusahaan, termasuk kesejahteraan pekerja/buruh.
Adapun dalam menjalankan tujuan dan fungsi tersebut, maka LKS Bipartit memiliki tugas melakukan pertemuan secara periodik dan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/ buruh dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di perusahaan. Menyampaikan saran pertimbangan dan pendapat kepada pengusaha, pekerja/ buruh dan atau serikat pekerja/ serikat buruh dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan. (asr)