― Advertisement ―

spot_img

Persiapan Matang, Asahan Target Juara

Kisaran (Klik Cerah) - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Asahan bertekat seluruh juara Kompetisi Sains Madrasah (KSM) 2024 Tingkat Kabupaten Asahan berhasil menjadi pemenang di KSM Tingkat Provinsi dan menjadi wakil Sumatera Utara di Tingkat Nasional. Inilah yang dilakukan untuk mencapai target tersebut.
BerandaAsahanLebih Pilih Penetapan Pajak, Bukan Bill Konsumen

Lebih Pilih Penetapan Pajak, Bukan Bill Konsumen

Kisaran (Klik Cerah) – Besaran nilai pajak rumah makan/restoran yang dipungut Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Asahan masih berdasarkan penetapan melalui estimasi, bukan berdasarkan persentase nilai yang tertera di dalam bill pembayaran. Pemungutannya pun dilakukan oleh petugas sebulan sekali.

Penetapan nilai pajak restoran berdasarkan persentase nilai yang tertera di dalam bill belum bisa diterapkan. Para pengusaha masih belum mau melakukannnya, karena takut konsumen komplain. Sehingga bisa berakibat pada hilangnya pelanggan.

“Untuk sekarang ini, pembayaran setiap bulan dengan ketetapan mungkin lebih baik. Karena jika menggunakan bon (bill) konsumen, kami khawatir terjadi komplain,” kata Agus Ramanda, Pengusaha PAM Cafe dan Resto (PCR), Jalan Panglima Polem, Kisaran.

Sebagai pengusaha restoran, mereka paham akan kewajiban. Tapi mereka juga tidak mau menanggung risiko kehilangan pelanggan. Menurutnya, hal itu mewakili para pengusaha rumah makan/restoran yang ada di daerah ini. “Hendaknya ketika pembahasan tentang pajak restoran, kami para pelaku usaha diikutsertakan. Karena kami, selain sebagai wajib pajak sekaligus juga selaku perwakilan masyarakat wajib pajak,” terangnya.

Sejatinya, yang menjadi wajib pajak adalah pelanggan/ pengunjung restoran, bukan pelaku usaha restoran. “Akan tetapi pelanggan biasanya keberatan apabila kita terakan jumlah pajak yang harus dibayar. Pelanggan terkadang kaget ketika melihat ada tertera pajak pada bon (bill) tagihan mereka,” jelasnya.

Makanya demi menghindari perdebatan dan tidak sampai kehilangan pelanggan, mereka lebih memilih untuk membayar pajak restoran dengan cara penetapan jumlah pembayaran pajak per bulan.

“Saya kira perbulan atau lewat bon sama saja, karena itu hanya persoalan teknis saja. Yang penting, kami sebagai WP tetap patuh pada kewajiban. Begitu pun kami tetap hormati sistem bon yang diberlakukan pihak pemkab,” ungkapnya.

Agus juga menyoroti keberadaan kafe dan usaha makan minum lainnya. Terutama para pedagang yang berjualan di kaki lima. Kehadiran mereka jelas-jelas berpengaruh pada usaha mereka. Namun tidak memberikan kontribusi yang besar pada Pemkab Asahan.

“Mereka yang berjualan di kaki lima tidak dikenakan pajak seperti kami. Melainkan hanya dikenakan retrebusi saja. Juga bebas dari sewa/kontrak tempat usaha. Pekerja yang dipakai juga tak banyak. Paling hanya bayar lapak sama pemilik rumah. Dan ternyata, omset mereka bisa lebih baik dari kami,” tambahnya.

Dia berharap Pemkab Asahan segera mengatur pedagang kaki lima agar tertib. Sebab, kondisi itu juga berdampak pada usaha mereka. Terlebih lagi, karena tak beraturan dan menjadikan kota akan terlihat kumuh. Keadaan kota yang tidak tertata rapi juga bisa membuat orang luar daerah malas untuk singgah. “Kami berharap Pemkab Asahan menata pedagang kaki lima. Dengan tertata rapi, mungkin mereka bisa dikenakan pajak, tidak cuma retribusi saja,” pungkasnya. (asr)